Bismillah.
Salah satu perkara yang paling mendasar dalam hidup seorang muslim adalah keimanan kepada takdir. Meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam dunia ini adalah dengan ilmu dan kehendak Allah, Allah telah mengetahui segala yang akan terjadi dan tidak ada satu kejadian pun melainkan dengan izin dan kehendak-Nya. Termasuk di dalamnya musibah yang menimpa.
Allah berfirman :
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tidaklah menimpa musibah di bumi ataupun pada diri kalian kecuali telah tercatat sebelum Kami mewujudkannya, sesungguhnya hal itu bagi Allah sangatlah mudah.” (al-Hadid : 22)
Allah berfirman :
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa beriman kepada Allah niscaya Allah berikan petunjuk ke dalam hatinya. Dan Allah terhadap segala sesuatu Mahamengetahui.” (at-Taghabun : 11)
Tidaklah ragu bahwa musibah itu seringkali membuat hati manusia pilu dan tersayat. Mungkin berkenaan dengan keadaan ekonomi, mungkin juga terkait dengan kondisi rumah tangga atau konflik keluarga, atau bahkan wabah dan pandemi yang melanda dunia. Meskipun demikian bagi seorang mukmin apa yang Allah tetapkan dari musibah yang menimpa bukanlah untuk mencelakakan dirinya, tetapi untuk menguji sejauh mana kesabaran dan keimanannya.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya mengenai kandungan ayat di atas dalam surat at-Taghabun :
عن أبي ظبيان قال : كنا عند علقمة فقرئ عنده هذه الآية : ( ومن يؤمن بالله يهد قلبه ) فسئل عن ذلك فقال : هو الرجل تصيبه المصيبة ، فيعلم أنها من عند الله ، فيرضى ويسلم . رواه ابن جرير ، وابن أبي حاتم
Dari Abu Dhabyan, dia berkata : Dahulu kami berada di sisi Alqomah lantas ketika dibacakan ayat ini ‘barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah berikan petunjuk ke dalam hatinya’ lalu beliau ditanya mengenai maksud ayat ini, beliau menjawab : “Itu adalah seorang yang tertimpa musibah maka dia mengetahui bahwa musibah datang dari sisi Allah sehingga dia pun ridha dan pasrah.” Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim. Sekian nukilan dari Tafsir Ibnu Katsir.
Musibah dan nikmat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan dunia. Terkadang manusia tertimpa musibah dan kesulitan, tetapi jangan sampai dia lupa bahwa selama ini hidupnya penuh dengan curahan nikmat dan kemudahan tak terhingga.
Oleh sebab itu para ulama menegaskan bahwa dengan menghitung-hitung nikmat Allah yang kita peroleh maka itu merupakan bagian dari ungkapan syukur kepada-Nya. Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata :
إن تَعداد النِّعم واستشعار تفضل الله بها يُعدُّ بابًا من أبواب شكر النعمة ، وقد قال الله تعالى لنبيه ومصطفاه صلى الله عليه وسلم :{وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ}
“Sesungguhnya menghitung-hitung nikmat dan merasakan betapa banyak anugerah dari Allah yang terlimpah merupakan salah satu pintu syukur atas nikmat. Allah ta’ala berfirman terhadap nabi-Nya dan hamba yang dipilih-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Dan adapun terhadap nikmat Rabbmu maka ceritakanlah.” (adh-Dhuha : 11)… Sekian nukilan dari Makalah Syaikh Abdurrazzaq.
Sebagian orang yang tertimpa musibah tidak menemukan jalan keluar atas permasalahan hidup yang dia alami. Salah satu faktor utama yang bisa jadi mendorong hal itu adalah minim atau bahkan tidak adanya keimanan terhadap takdir Allah. Sehingga terkadang kita dengar ada orang yang berusaha mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, ada juga yang menenggak minum-minuman keras, ngoplo, bahkan ada juga yang tega untuk menghabisi nyawa orang tuanya hanya gara-gara perkara kecil.
Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yang demikian itu.
Iman kepada takdir itu perkara yang sangat penting dalam hidup. Seberat apapun ujian yang menimpa kita ingatlah bahwa ada orang-orang yang lebih berat dan lebih keras ujiannya. Mereka adalah para nabi dan rasul serta para ulama rabbani yang meneruskan perjuangan dakwah Islam di sepanjang masa.
Tidakkah kita ingat bagaimana kejahatan Bani Isra’il yang sedemikian ganas sampai-sampai mereka membunuhi para nabi?! Tidakkah kita ingat begitu banyak tekanan dan cercaan yang dilontarkan kepada panutan dan uswah kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mendakwahkan tauhid di kala itu? Orang yang tertimpa musibah seringkali merasa bahwa musibahnya adalah yang paling berat dan bahkan membuatnya putus asa. Adapun seorang mukmin tidaklah demikian.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عجبا لأمر المؤمن! إن أمره كله له خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن؛ إن أصابته سراء شكر فكان خيرًا له، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرًا له
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Sesungguhnya perkaranya semua adala menjadi kebaikan untuknya, dan hal itu tidak diperoleh kecuali bagi orang beriman. Apabila dia ditimpa kesenangan maka dia bersyukur maka itu baik baginya, dan apabila dia tertimpa musibah maka dia bersabar; hal itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Selama dalam dirinya masih terdapat iman maka keadaan manusia itu akan diliputi dengan kebaikan dan pahala. Karena imannya kepada Allah maka dia berprasangka baik atas musibah yang menimpa; karena tidak mungkin Allah menzalimi hamba-Nya. Karena imannya kepada Allah maka dia mengharapkan pahala atas musibah yang menerpa, karena bisa jadi Allah akan mengangkat derajatnya atau memalingkannya dari musibah lain yang lebih besar…
Bunuh diri jelas bukanlah solusi bagi masalah anda. Bahkan dia akan membuka masalah baru karena itu termasuk dosa besar yang jika tidak diampuni oleh Allah maka pelakunya akan mendapatkan siksaan di akhirat serupa dengan cara dia melakukan bunuh diri ketika di dunia. Semoga Allah berikan taufik kepada kaum muslimin untuk terus mempelajari aqidahnya dan tegar menghadapi ujian di alam dunia.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com